UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
13 TAHUN 2003
TENTANG
KETENAGAKERJAAN
………………………………………………………………………………………………………………………………
BAB
XI
HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal 102
(1) Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah
mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan,
dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.
(2) Dalam melaksanakan hubungan industrial,
pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya mempunyai fungsi menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan
produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan,
dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan
kesejahteraan anggota beserta keluarganya.
(3) Dalam melaksanakan hubungan
industrial, pengusaha dan organisasi pengusahanya mempunyai fungsi menciptakan
kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan
kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
Pasal 103
Hubungan Industrial dilaksanakan melalui sarana:
a. serikat pekerja/serikat buruh;
b. organisasi pengusaha;
c. lembaga kerja sama bipartit;
d. lembaga kerja sama tripartit;
e. peraturan perusahaan;
f. perjanjian kerja bersama;
g. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan; dan
h. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.
Bagian
Kedua
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh
Pasal 104
(1) Setiap pekerja/buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 102, serikat pekerja/serikat buruh berhak menghimpun dan mengelola
keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi termasuk dana mogok.
(3) Besarnya dan tata cara pemungutan dana mogok
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)diatur dalam anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2000
TENTANG
SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan,
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, serta
mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan hak setiap warga negara;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan
kemerdekaan berserikat, pekerja/buruh berhak membentuk dan mengembangkan
serikat pekerja/serikat buruh yang bebas, terbuka; mandiri, demokratis, dan
bertanggungjawab;
c. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan
sarana untuk memperjuangkan, melindungi, dan membela kepentingan dan
kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya, serta mewujudkan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
tersebut pada huruf a, b, dan c perlu ditetapkan Undang-undang tentang Serikat
Pekerja/Serikat Buruh;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2), Pasal 27,
dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan
Pertama Tahun 1999;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang
Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai
Berlakunya Dasar-Dasar daripada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding
Bersama (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1050); 3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
BABI
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah
organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan
maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis,
dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya;
2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan
adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di
satu perusahaan atau di beberapa perusahaan;
3. Serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan
adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh
yang tidak bekerja di perusahaan;
4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah
gabungan serikat pekerja/serikat buruh;
5. Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah
gabungan federasi serikat pekerja/serikat buruh;
6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain;
7. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum
yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia;
8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,persekutuan, atau badan
hukum, baik milik swasta rnaupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/ buruh
dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk lain;
9. Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan
antara serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh, dan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh lain, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai
keanggotaan serta pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan;
10. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan;
BAB
II
ASAS,
SIFAT, DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh menerima Pancasila sebagai dasar
negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal
3
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab.
Pasal
4
(1) Serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan,
pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi
pekerja/buruh dan keluarganya.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi :
a. sebagai pihak dalam pembuatan
perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam
lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial
yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d. sebagai sarana penyalur aspirasi
dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan
penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam
memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.
BAB
III
PEMBENTUKAN
Pasal
5
(1) Setiap pekerja/buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.
Pasal 6
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan
menjadi anggota federasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk
oleh sekurang- kurangnya 5 (lima) serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 7
(1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak
membentuk dan menjadi anggota konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dibentuk oleh sekuranq-kurangnya 3 (tiga) federasi serikat pekerja/serikat
buruh.
Pasal 8
Perjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh diatur dalam
anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangganya.
Pasal 9
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh
tanpa tekanan atau campur tangan pengusaha, pemerintah, partai politik, dan
pihak manapun.
Pasal 10
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat dibentuk berdasarkan sektor
usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai dengan kehendak pekerja/buruh.
Pasal 11
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f. sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga.
BAB
IV
KEANGGOTAAN
Pasal
12
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terbuka untuk menerima anggota
tanpa membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis kelamin.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Pasal
15
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan
tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan itu menimbulkan pertentangan kepentingan
antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh, tidak boleh menjadi pengurus serikat
pekerja/serikat buruh di perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 16
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat
menjadi anggota dari satu federasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh
hanya dapat menjadi anggota dari satu konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh.
Pasal 17
(1) Pekerja/buruh dapat berhenti sebagai anggota
serikat pekerja/serikat buruh dengan pernyataan tertulis.
(2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat
pekerja/serikat buruh sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran
rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
(3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun
sebagai anggota serikat pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas
kewajiban yang belum dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.
BAB
V
PEMBERITAHUAN
DAN PENCATATAN
Pasal 18
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah terbentuk memberitahukan
secara tertulis kepada instansi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang
ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dengan dilampiri:
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus. "
Pasal 19
Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang akandiberitahukan
tidak boleh sama dengan nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat
terlebih dahulu.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
Pasal 21
Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran
rumah tangga, pengurus serikat pekerja/serikat buruh,federasi dan konfederasi serikat
pekerja/Serikat buruh memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
BAB
VI
HAK
DAN KEWAJIBAN
Pasal
25
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti
pencatatan berhak:
a. membuat perjanjian kerja bersama
dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam
menyelesaikan perselisihan industrial
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga
ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan
kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang
ketenagakerjaan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 26
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dapat berafiliasi dan/atau bekerja
sama dengan serikat pekerja/serikat buruh internasional dan/atau organisasi
internasional lainnya dengan ketentuan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
27
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan
berkewajiban:
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran
hak-hak dan memperjuangkan kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan
kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan
organisasi kepada anggotanya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga.
BAB
VII
PERLINDUNGAN
HAK BERORGANISASI
Pasal
28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa
pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk,menjadi pengurus atau tidak
menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau
menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh
dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja,
memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah
pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk
apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan
serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal
29
(1) Pengusaha harus memberi kesempatan
kepada pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh untuk
menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dalam jam kerja yang
disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur dalam perjanjian kerja
bersama.
(2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak
dan/atau perjanjian kerja bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
diatur mengenai:
a. jenis kegiatan yang diberikan
kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat
upah dan yang tidak mendapat upah.
BAB
VIII
KEUANGAN
DAN HARTA KEKAYAAN
Pasal
30
Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bersumber dari :
a. iuran anggota yang besarnya
ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga;
b. hasil usaha yang sah; dan
c. bantuan anggota atau pihak lain yang
tidak mengikat.
Pasal 31
(1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 huruf c, berasal dari luar negeri, pengurus serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota.
Pasal 32
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah
dari keuangan dan harta kekayaan pribadi pengurus dan anggotannya.
Pasal 33
Pemindahan atau pengalihan keuangan dan harta
kekayaan kepada pihak lain serta investasi dana dan usaha lain yang sah hanya
dapat dilakukan menurut anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang bersangkutan.
Pasal 34
(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan
pengelolaan keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan
harta kekayaan serta melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut
anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
BAB
XII
SANKSI
Pasal 42
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6
(2), Pasal 7 (2),Pasal 21 atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif
pencabutan nomor bukti pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang dicabut nomor bukti
pencatatannya kehilangan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf a, b, dan c sampaidengan waktu serikat pekerja/serikat buruh, federasi
dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah memenuhi
ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21 atau
Pasal31.
Pasal 43
(1) Barang siapa yang
menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28,dikenakan sanksi pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau denda palingsedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tindak pidana kejahatan.
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.187/MEN/X/2004
TENTANG
IURAN
ANGGOTA SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Pasal 2
Keuangan serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bersumber dari :
a.
iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran rumah
tangga;
b.
hasil usaha yang sah; dan
c. bantuan anggota atau pihak
lain yang tidak mengikat.
Pasal 3
(1) Pembayaran iuran anggota
dapat dilakukan melalui pemotongan upah setiap bulan.
(2) Pemotongan upah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pengusaha.
(3) Pelaksanaan pungutan iuran
anggota serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan dilakukan oleh
pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
Pasal 4
(1) Dalam hal serikat
pekerja/serikat buruh memutuskan untuk memungut iuran anggota melalui
pemungutan upah pekerja/buruh maka pengurus serikat pekerja/serikat buruh di
perusahaan melakukan sosialisasi rencana pemungutan iuran anggota serikat
pekerja/serikat buruh melalui pemotongan upah dan pemanfaatan iuran anggota
serikat pekerja/serikat buruh kepada anggotanya.
(2)
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan rencana pemungutan
iuran anggota kepada pimpinan perusahaan secara tertulis dengan melampirkan:
a.
nama-nama anggota serikat pekerja/serikat buruh;
b.
nama-nama pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan yang
bersangkutan dan pengesahan susunan pengurus serikat pekerja/serikat buruh;
c.
copy surat bukti nomor pencatatan serikat pekerja/serikat buruh pada instansi
yang berwenang;
d.
surat kuasa dari pekerja/buruh yang bersangkutan;
e. copy peraturan organisasi
serikat pekerja/serikat buruh yang mengatur pemungutan dan penyaluran iuran
anggota serikat pekerja/serikat buruh.
Pasal 5
(1) Pengusaha hanya dapat
melakukan pemungutan iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan
surat kuasa dari pekerja/buruh yang bersangkutan kepada pengusaha untuk
memotong upah pekerja/buruh.
(2) Pemungutan iuran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dicatat secara khusus oleh pengusaha.
(3) Dalam hal anggota serikat
pekerja/serikat buruh berhenti dari keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh
maka pekerja/buruh yang bersangkutan membuat pencabutan kuasa pekerja/buruh
yang bersangkutan kepada pengusaha untuk memotong upah.
Pasal 6
(1) Penyaluran iuran anggota
serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan kepada perangkat organisasi serikat
pekerja/seirikat buruh, dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh
berdasarkan peraturan organisasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.
(2) Pengurus serikat
pekerja/serikat buruh di luar perusahaan wajib menyalurkan iuran anggota
serikat pekerja/serikat buruh kepada perangkat organisasi sesuai peraturan
organisasi yang bersangkutan.
(3) Penyaluran iuran anggota
dilakukan melalui transfer bank dan dilarang dalam bentuk uang tunai.
(4) Untuk menjaga efektivitas
penyeluran iuran serikat pekerja/serikat buruh, federasi atau konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh dapat mengatur jumlah pengiriman iuran anggota
serikat pekerja/serikat buruh.
(5) Serikat pekerja/serikat
buruh di perusahaan dapat meminta bukti transfer iuran anggota kepada pengusaha
Pasal 7 Besarnya iuran, pemanfaatan dan atau pendistribusian
iuran untuk kegiatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi serikat
pekerja/serikat buruh dan atau konfederasi serikat pekerja/serikat buruh,
diatur dalam anggaran dasar dan atau anggaran rumah tangga serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan atau konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang bersangkutan.
Pasal 8
(1) Dalam hal pemungutan dan
penyaluran iuran anggota serikat pekerja/serikat buruh tidak diatur dalam
anggaran dasar atau anggaran rumah rumah tangga, maka diatur dalam peraturan
organisasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Pembuatan peraturan
organisasi serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
a.
dalam hal serikat pekerja/serikat buruh tidak bergabung dalam federasi serikat
pekerja/serikat buruh atau konfederasi serikat pekerja/serikat buruh maka
peraturan organisasi dibuat oleh pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan.
b.
dalam hal serikat pekerja/serikat buruh bergabung dalam federasi serikat
pekerja/serikat buruh maka peraturan organisasi dibuat oleh pengurus federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
c. dalam hal federasi serikat
pekerja/serikat buruh bergabung dalam konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
maka peraturan organisasi dibuat oleh pengurus konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
Referensi :



Tidak ada komentar:
Posting Komentar